Kumpulan Dongeng Islami Terbaru, Bacaan Al-Qur'an Yang Mengantarkan Sang Jenderal Ke Pintu Hidayah
Kumpulan Kisah Islami Terbaru, Bacaan Al-Qur'an Yang Mengantarkan Sang Jenderal Ke Pintu Hidayah. Dikutip dari banyak sekali macam kumpulan dongeng islami menyentuh hati,kumpulan dongeng islami penuh hikmah,kumpulan dongeng contoh islami,kumpulan dongeng inspiratif islami,kumpulan dongeng cinta islami, dongeng islami penggugah hati,kisah pesan tersirat islami mengharukan,kisah cinta romantis islami.
بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Sepenggal Kisah Kepedihan Kekejaman Terhadap Umat Islam di Spanyol.
Suatu sore, di tahun 1525. Penjara daerah tahanan orang-orang di situ terasa damai mencengkam. Jendral Adolf Roberto, pemimpin penjara yang populer bengis, tengah mengusut setiap kamar tahanan. Setiap sipir penjara membungkukkan badannya rendah-rendah ketika 'algojo penjara' itu berlalu di hadapan mereka. Karena kalau tidak, sepatu 'jenggel' milik tuan Roberto yang fanatik .. itu akan mendarat di wajah mereka. Roberto murka besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar seseorang mengumandangkan suara-suara Ayat Suci yang amat ia benci.
"Hai ... hentikan bunyi jelekmu! Hentikan ...!!!" Teriak Roberto sekeras-kerasnya sembari membelalakkan mata. Namun apa yang terjadi? Laki-laki di kamar tahanan tadi tetap saja bersenandung dengan khusyu'nya. Roberto bertambah berang. Algojo penjara itu menghampiri kamar tahanan yang luasnya tak lebih sekadar cukup untuk satu orang.
1. Algojo Yang Kejam Terhadap Tahanan Muslim
Dengan congak ia menyemburkan ludahnya ke wajah renta sang tahanan yg keriput hanya tinggal tulang. Tak puas hingga di situ, ia kemudian menyulut wajah dan seluruh tubuh orang bau tanah renta itu dengan rokoknya yg menyala. Sungguh ajaib... Tak terdengar secuil pun keluh kesakitan. Bibir yg pucat kering milik sang tahanan amat gengsi untuk meneriakkan kata kepatuhan kepada sang Algojo, bibir keringnya hanya berkata lirih "Rabbi, wa-ana 'abduka ...".
Tahanan lain yg menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata,
"Bersabarlah wahai ustadz ... Insya Allah tempatmu di Syurga".
Melihat kegigihan orang bau tanah yang dipanggil ustadz oleh sesama tahanan, 'algojo penjara' itu bertambah memuncak amarahnya.
Ia perintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang bau tanah itu keras-keras hingga terjerembab di lantai.
"Hai orang bau tanah busuk!! Bukankah engkau tahu, saya tidak suka bahasa jelekmu itu?! Aku tidak suka apa-apa yg berhubung dengan agamamu!!!
Sang Ustadz kemudian berucap, "Sungguh ... saya sangat merindukan kematian, biar saya segera sanggup menjumpai kekasihku yang amat kucintai, Allah Subhanahu wa ta'ala.. Karena kini saya berada di puncak kebahagiaan alasannya akan segera menemuiNya, patutkah saya berlutut kepadamu, hai insan busuk? Jika saya turuti kemauanmu, tentu saya termasuk insan yang amat bodoh".
Baru saja kata-kata itu terhenti, sepatu laras Roberto sudah mendarat di wajahnya. Laki-laki itu terhuyung. Kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajah bersimbah darah.
2. Hidayah Dari Buku Kecil
Ketika itulah dari saku baju penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah 'buku kecil'. Adolf Roberto bermaksud memungutnya. Namun tangan sang Ustadz telah terlebih dahulu mengambil dan menggenggamnya erat-erat.
"Berikan buku itu, hai pria dungu!" hardik Roberto. "Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini!", ucap sang ustadz dengan tatapan menghina pada Roberto. Tak ada jalan lain, risikonya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapat buku itu. Sepatu laras berbobot dua kilogram itu ia gunakan untuk menginjak jari-jari tangan sang ustadz yg telah lemah.
Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi Roberto. Laki-laki bengis itu malah merasa gembira mendengar gemeretak tulang yg terputus. Bahkan 'algojo penjara' itu merasa lebih puas lagi ketika melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yg telah hancur.
Setelah tangan renta itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yg membuatnya penasaran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh. Mendadak algojo itu termenung. "Ah ... tampaknya saya pernah mengenal buku ini. Tapi kapan? Ya, saya pernah mengenal buku ini." bunyi hati Roberto bertanya-tanya. Perlahan Roberto membuka lembaran pertama itu.
Pemuda berumur tiga puluh tahun itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan "aneh" dalam buku itu. Rasanya ia pernah mengenal goresan pena menyerupai itu dahulu. Namun, kini tak pernah dilihatnya di bumi Spanyol.
Akhirnya Roberto duduk di samping sang ustadz yg telah melepas nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam.Mata Roberto rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat kejadian yg di alaminya sewaktu masih kanak-kanak. Perlahan, bagan masa kemudian itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto.
3. Pembantaian Umat Muslim Andalusia.
Pemuda itu teringat ketika suatu sore di masa kanak-kanaknya terjadi kericuhan besar di negeri daerah kelahirannya ini. Sore itu ia melihat kejadian yg mengerikan di lapangan Inkuisisi (lapangan daerah pembantaian kaum muslimin di Andalusia). Di daerah itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa. Beribu-ribu jiwa tak berdosa berjatuhan di bumi Andalusia. Di hujung kiri lapangan, beberapa puluh perempuan berhijab (jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi.
Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin sore yg kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara. Sementara, di tengah lapangan ratusan perjaka Islam dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib, hanya alasannya tidak mau memasuki agama yg dibawa oleh para rahib. Seorang bocah pria mungil tampan, berumur tujuh tahunan, malam itu masih bangkit tegak di lapangan Inkuisisi yg telah senyap. Korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua, insyaallah.
Bocah mungil itu mencucurkan airmatanya menatap sang ibu yg terkulai lemah di tiang gantungan. Perlahan-lahan bocah itu mendekati tubuh sang ummi (ibu) yang sudah tak bernyawa, sembari menggayuti abayanya. Sang bocah berkata dengan bunyi parau, "Ummi.. ummi.. mari kita pulang. Hari telah malam. Bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi perihal alif, ba, ta, tsa ....? Ummi, cepat pulang ke rumah ummi ..." Bocah kecil itu risikonya menangis keras, ketika sang ummi tak jua menjawab ucapannya. Ia semakin resah dan takut, tak tahu harus berbuat apa. Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah.Akhirnya bocah itu berteriak memanggil bapaknya, "Abi ... Abi ... Abi ..." Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapak ketika teringat kemarin sore bapaknya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam.
"Hai ... siapa kamu?!" teriak segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati sang bocah. "Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi ..." jawab sang bocah memohon belas kasih. "Hah ... siapa namamu bocah, coba ulangi!" hardik salah seorang dari mereka.
"Saya Ahmad Izzah ..." sang bocah kembali menjawab dengan agak grogi. Tiba-tiba "plak! sebuah tamparan mendarat di pipi sang bocah. "Hai bocah ...! Wajahmu cantik tapi namamu jelek. Aku benci namamu.
Sekarang kuganti namamu dengan nama yang bagus. Namamu kini 'Adolf Roberto' ... Awas! Jangan kau sebut lagi namamu yang buruk itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!" ancam pria itu. Sang bocah meringis ketakutan, sembari tetap meneteskan air mata. Anak pria mungil itu hanya berdasarkan ketika gerombolan itu membawanya keluar lapangan Inkuisisi.
Akhirnya bocah ganteng itu hidup bersama mereka.
4. Akhir Yang Tak Disangka Sebelumnya
Roberto sadar dari renungannya yg panjang. Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang menempel pada tubuh sang ustadz. Ia mencari-cari sesuatu di pusar pria itu. Ketika ia menemukan sebuah 'tanda hitam' ia berteriak histeris, "Abi ... Abi ... Abi ..."Ia pun menangis keras, tak ubahnya menyerupai Ahmad Izzah dulu. Pikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yang ada di dalam genggamannya yaitu Kitab Suci milik bapaknya, yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya.
Ia juga ingat betul ayahnya memiliki 'tanda hitam' pada bahagian pusar.
Pemuda beringas itu terus meraung dan memeluk erat tubuh renta nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yg amat dalam atas ulahnya selama ini. Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun alpa akan Islam, ketika itu dengan impulsif menyebut, "Abi ... saya masih ingat alif, ba, ta, tsa ..." Hanya sebatas kata itu yang masih terekam dalam benaknya.
Sang ustadz segera membuka mata ketika mencicipi ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya. Dengan tatapan samar beliau masih sanggup melihat seseorang yg tadi menyiksanya habis-habisan kini tengah memeluknya. "Tunjuki saya pada jalan yg telah engkau tempuh Abi, tunjukkan saya pada jalan itu ..." Terdengar bunyi Roberto memelas. Sang ustadz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, ia kemudian memejamkan matanya.
Air matanya pun turut berlinang.
Betapa tidak, jikalau sekian puluh tahun kemudian, ternyata ia masih sempat berjumpa dg buah hatinya, ditempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran Allah.
Setelah selesai berpesan sang ustadz menghembuskan nafas terakhir dg berbekal kalimah indah "Asyhadu an-laa Ilaaha illalloh, wa asyhadu anna Muhammadan Rasullulloh ...'.
Beliau pergi menemui Rabbnya dengan tersenyum, sesudah sekian usang berjuang di bumi yang fana ini.
Kemudian..
Ahmad Izzah telah menjadi seorang alim di Mesir. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk agama Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempat disandangnya. Banyak perjaka Islam dari banyak sekali penjuru dunia belajar dengannya. Al-Ustadz Ahmad Izzah Al-Andalusy.
Benarlah firman Allah ...
فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفً۬اۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡہَاۚ لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَٲلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَـٰكِنَّ أَڪۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ
"Maka hadapkanlah wajahmu dh lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah membuat insan berdasarkan fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. Itulah agama yang lurus,tetapi kebanyakan insan tidak mengetahui." (QS. Ar-Rum:30).
Sebarkan !!! insyaallah bermanfaat.
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ
“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Sekian dulu teman sedikit membuatkan perihal Kumpulan Kisah Islami Terbaru ini, semoga bermanfaat untuk lebih hati-hati dlam melangkah kedepan.
Sumber:
Diedit dari grup WA tanpa menyebutkan sumbernya.
jadipintar dot com
Kumpulan Kisah Islami Terbaru, Bacaan Al-Qur'an Yang Mengantarkan Sang Jenderal Ke Pintu Hidayah
بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Sepenggal Kisah Kepedihan Kekejaman Terhadap Umat Islam di Spanyol.
Suatu sore, di tahun 1525. Penjara daerah tahanan orang-orang di situ terasa damai mencengkam. Jendral Adolf Roberto, pemimpin penjara yang populer bengis, tengah mengusut setiap kamar tahanan. Setiap sipir penjara membungkukkan badannya rendah-rendah ketika 'algojo penjara' itu berlalu di hadapan mereka. Karena kalau tidak, sepatu 'jenggel' milik tuan Roberto yang fanatik .. itu akan mendarat di wajah mereka. Roberto murka besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar seseorang mengumandangkan suara-suara Ayat Suci yang amat ia benci.
"Hai ... hentikan bunyi jelekmu! Hentikan ...!!!" Teriak Roberto sekeras-kerasnya sembari membelalakkan mata. Namun apa yang terjadi? Laki-laki di kamar tahanan tadi tetap saja bersenandung dengan khusyu'nya. Roberto bertambah berang. Algojo penjara itu menghampiri kamar tahanan yang luasnya tak lebih sekadar cukup untuk satu orang.
1. Algojo Yang Kejam Terhadap Tahanan Muslim
Dengan congak ia menyemburkan ludahnya ke wajah renta sang tahanan yg keriput hanya tinggal tulang. Tak puas hingga di situ, ia kemudian menyulut wajah dan seluruh tubuh orang bau tanah renta itu dengan rokoknya yg menyala. Sungguh ajaib... Tak terdengar secuil pun keluh kesakitan. Bibir yg pucat kering milik sang tahanan amat gengsi untuk meneriakkan kata kepatuhan kepada sang Algojo, bibir keringnya hanya berkata lirih "Rabbi, wa-ana 'abduka ...".
Tahanan lain yg menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata,
"Bersabarlah wahai ustadz ... Insya Allah tempatmu di Syurga".
Melihat kegigihan orang bau tanah yang dipanggil ustadz oleh sesama tahanan, 'algojo penjara' itu bertambah memuncak amarahnya.
Ia perintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang bau tanah itu keras-keras hingga terjerembab di lantai.
"Hai orang bau tanah busuk!! Bukankah engkau tahu, saya tidak suka bahasa jelekmu itu?! Aku tidak suka apa-apa yg berhubung dengan agamamu!!!
Sang Ustadz kemudian berucap, "Sungguh ... saya sangat merindukan kematian, biar saya segera sanggup menjumpai kekasihku yang amat kucintai, Allah Subhanahu wa ta'ala.. Karena kini saya berada di puncak kebahagiaan alasannya akan segera menemuiNya, patutkah saya berlutut kepadamu, hai insan busuk? Jika saya turuti kemauanmu, tentu saya termasuk insan yang amat bodoh".
Baru saja kata-kata itu terhenti, sepatu laras Roberto sudah mendarat di wajahnya. Laki-laki itu terhuyung. Kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajah bersimbah darah.
2. Hidayah Dari Buku Kecil
Ketika itulah dari saku baju penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah 'buku kecil'. Adolf Roberto bermaksud memungutnya. Namun tangan sang Ustadz telah terlebih dahulu mengambil dan menggenggamnya erat-erat.
"Berikan buku itu, hai pria dungu!" hardik Roberto. "Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini!", ucap sang ustadz dengan tatapan menghina pada Roberto. Tak ada jalan lain, risikonya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapat buku itu. Sepatu laras berbobot dua kilogram itu ia gunakan untuk menginjak jari-jari tangan sang ustadz yg telah lemah.
Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi Roberto. Laki-laki bengis itu malah merasa gembira mendengar gemeretak tulang yg terputus. Bahkan 'algojo penjara' itu merasa lebih puas lagi ketika melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yg telah hancur.
Setelah tangan renta itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yg membuatnya penasaran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh. Mendadak algojo itu termenung. "Ah ... tampaknya saya pernah mengenal buku ini. Tapi kapan? Ya, saya pernah mengenal buku ini." bunyi hati Roberto bertanya-tanya. Perlahan Roberto membuka lembaran pertama itu.
Pemuda berumur tiga puluh tahun itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan "aneh" dalam buku itu. Rasanya ia pernah mengenal goresan pena menyerupai itu dahulu. Namun, kini tak pernah dilihatnya di bumi Spanyol.
Akhirnya Roberto duduk di samping sang ustadz yg telah melepas nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam.Mata Roberto rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat kejadian yg di alaminya sewaktu masih kanak-kanak. Perlahan, bagan masa kemudian itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto.
3. Pembantaian Umat Muslim Andalusia.
Pemuda itu teringat ketika suatu sore di masa kanak-kanaknya terjadi kericuhan besar di negeri daerah kelahirannya ini. Sore itu ia melihat kejadian yg mengerikan di lapangan Inkuisisi (lapangan daerah pembantaian kaum muslimin di Andalusia). Di daerah itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa. Beribu-ribu jiwa tak berdosa berjatuhan di bumi Andalusia. Di hujung kiri lapangan, beberapa puluh perempuan berhijab (jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi.
Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin sore yg kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara. Sementara, di tengah lapangan ratusan perjaka Islam dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib, hanya alasannya tidak mau memasuki agama yg dibawa oleh para rahib. Seorang bocah pria mungil tampan, berumur tujuh tahunan, malam itu masih bangkit tegak di lapangan Inkuisisi yg telah senyap. Korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua, insyaallah.
Bocah mungil itu mencucurkan airmatanya menatap sang ibu yg terkulai lemah di tiang gantungan. Perlahan-lahan bocah itu mendekati tubuh sang ummi (ibu) yang sudah tak bernyawa, sembari menggayuti abayanya. Sang bocah berkata dengan bunyi parau, "Ummi.. ummi.. mari kita pulang. Hari telah malam. Bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi perihal alif, ba, ta, tsa ....? Ummi, cepat pulang ke rumah ummi ..." Bocah kecil itu risikonya menangis keras, ketika sang ummi tak jua menjawab ucapannya. Ia semakin resah dan takut, tak tahu harus berbuat apa. Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah.Akhirnya bocah itu berteriak memanggil bapaknya, "Abi ... Abi ... Abi ..." Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapak ketika teringat kemarin sore bapaknya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam.
"Hai ... siapa kamu?!" teriak segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati sang bocah. "Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi ..." jawab sang bocah memohon belas kasih. "Hah ... siapa namamu bocah, coba ulangi!" hardik salah seorang dari mereka.
"Saya Ahmad Izzah ..." sang bocah kembali menjawab dengan agak grogi. Tiba-tiba "plak! sebuah tamparan mendarat di pipi sang bocah. "Hai bocah ...! Wajahmu cantik tapi namamu jelek. Aku benci namamu.
Sekarang kuganti namamu dengan nama yang bagus. Namamu kini 'Adolf Roberto' ... Awas! Jangan kau sebut lagi namamu yang buruk itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!" ancam pria itu. Sang bocah meringis ketakutan, sembari tetap meneteskan air mata. Anak pria mungil itu hanya berdasarkan ketika gerombolan itu membawanya keluar lapangan Inkuisisi.
Akhirnya bocah ganteng itu hidup bersama mereka.
4. Akhir Yang Tak Disangka Sebelumnya
Roberto sadar dari renungannya yg panjang. Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang menempel pada tubuh sang ustadz. Ia mencari-cari sesuatu di pusar pria itu. Ketika ia menemukan sebuah 'tanda hitam' ia berteriak histeris, "Abi ... Abi ... Abi ..."Ia pun menangis keras, tak ubahnya menyerupai Ahmad Izzah dulu. Pikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yang ada di dalam genggamannya yaitu Kitab Suci milik bapaknya, yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya.
Ia juga ingat betul ayahnya memiliki 'tanda hitam' pada bahagian pusar.
Pemuda beringas itu terus meraung dan memeluk erat tubuh renta nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yg amat dalam atas ulahnya selama ini. Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun alpa akan Islam, ketika itu dengan impulsif menyebut, "Abi ... saya masih ingat alif, ba, ta, tsa ..." Hanya sebatas kata itu yang masih terekam dalam benaknya.
Sang ustadz segera membuka mata ketika mencicipi ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya. Dengan tatapan samar beliau masih sanggup melihat seseorang yg tadi menyiksanya habis-habisan kini tengah memeluknya. "Tunjuki saya pada jalan yg telah engkau tempuh Abi, tunjukkan saya pada jalan itu ..." Terdengar bunyi Roberto memelas. Sang ustadz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, ia kemudian memejamkan matanya.
Air matanya pun turut berlinang.
Betapa tidak, jikalau sekian puluh tahun kemudian, ternyata ia masih sempat berjumpa dg buah hatinya, ditempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran Allah.
5. Pesan Sang Ayah Menjelang Ajal- Kumpulan Kisah Islami Terbaru
Sang Abi dg susah payah masih sanggup berucap. "Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy. Belajarlah engkau di negeri itu,"
Setelah selesai berpesan sang ustadz menghembuskan nafas terakhir dg berbekal kalimah indah "Asyhadu an-laa Ilaaha illalloh, wa asyhadu anna Muhammadan Rasullulloh ...'.
Beliau pergi menemui Rabbnya dengan tersenyum, sesudah sekian usang berjuang di bumi yang fana ini.
Kemudian..
Ahmad Izzah telah menjadi seorang alim di Mesir. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk agama Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempat disandangnya. Banyak perjaka Islam dari banyak sekali penjuru dunia belajar dengannya. Al-Ustadz Ahmad Izzah Al-Andalusy.
Benarlah firman Allah ...
فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفً۬اۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡہَاۚ لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَٲلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَـٰكِنَّ أَڪۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ
"Maka hadapkanlah wajahmu dh lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah membuat insan berdasarkan fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. Itulah agama yang lurus,tetapi kebanyakan insan tidak mengetahui." (QS. Ar-Rum:30).
Sebarkan !!! insyaallah bermanfaat.
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ
“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Sekian dulu teman sedikit membuatkan perihal Kumpulan Kisah Islami Terbaru ini, semoga bermanfaat untuk lebih hati-hati dlam melangkah kedepan.
Sumber:
Diedit dari grup WA tanpa menyebutkan sumbernya.
jadipintar dot com
Post a Comment for "Kumpulan Dongeng Islami Terbaru, Bacaan Al-Qur'an Yang Mengantarkan Sang Jenderal Ke Pintu Hidayah"