Al-Anwar-Hikmah, Biografi Penulis Al-Hikam, Syaikh Ibnu 'Atha'illah Al-Sakandary
Al-Anwar-Hikmah, Biografi Penulis al-Hikam; Syaikh Ibnu 'Atha'illah Al-Sakandary. Bagi sobat yang Sudah tidak abnormal di fikiran kita dikala membaca kata “Al-Hikam”, salah satu karya sastra klasik dari Ibn ‘Atha'illah al-Iskandary yang terkenal di kalangan tholibil ‘ilmi.
Al-Hikam sendiri yakni satu kitab yang memuat untaian kata-kata mutiara, atau lebih dikenal dengan istilah aforisme. Terdapat ratusan aforisme di dalam buku ini, ada aforisme yang singkat padat hanya sekitar satu dua baris, ada pula aforisme yang panjang beruntai.
Syekh Ibnu ‘Atha’illah menghadirkan Kitab Al-Hikam dengan sandaran utama pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kitab Al-Hikam merupakan ciri khas pemikiran Ibnu ‘Atha’illah, khususnya dalam paradigma tasawuf. Di antara para tokoh sufi yang lain menyerupai Al-Hallaj, Ibnul ‘Arabi, Abu Husen An-Nuri, dan para tokoh sufisme falsafi yang lainnya, kedudukan pemikiran Ibnu Atha’illah bukan sekedar bercorak tasawuf falsafi yang mengedepankan teologi.
Tetapi diimbangi dengan unsur-unsur pengamalan ibadah dan suluk, artinya di antara syari’at, tarikat dan hakikat ditempuh dengan cara metodis. Corak Pemikiran Ibnu ‘Atha’illah dalam bidang tasawuf sangat berbeda dengan para tokoh sufi lainnya. Ia lebih menekankan nilai tasawuf pada ma’rifat.
Ibnu ‘Atha’illah as-Sakandary wafat pada 1309 M atau 709 H dan dimakamkan di pemakaman al-Qorrofah al-Kubro. Hidup di Mesir pada masa kekuasaan Dinasti Mameluk. Beliau lahir di kota Alexandria (Iskandariyah), kemudian pindah ke Kairo. Ibnu ‘Atho’illah menjadi penggantinya dalam mengembangkan Tariqah Syadziliah. Dan Ibn ‘Athoillah inilah yang pertama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga khazanah tarikat syadziliah tetap terpelihara.
Kendatipun namanya hingga sekarang demikian harum, namun kapan sufi agung ini dilahirkan tidak ada catatan yang tegas.
Kota Iskandariah pada masa Ibnu ‘Atho’illah memang salah satu kota ilmu di semenanjung Mesir, alasannya yakni Iskandariah banyak dihiasi oleh banyak ulama dalam bidang fiqih, hadits, usul, dan ilmu-ilmu bahasa Arab, tentu saja juga memuat banyak tokoh-tokoh tasawwuf dan para Auliya’ Sholihin.
Ibnu ‘Atho’illah merupakan cucu dari seorang alim fiqih Iskandariah, oleh alasannya yakni itu tidak mengherankan jikalau Ibnu Atho’illah tumbuh sebagai seorang faqih, sebagaimana cita-cita dari kakeknya. Namun kefaqihannya terus berlanjut hingga pada tingkatan tasawuf. Hal tersebut menciptakan kakeknya secara terang-terangan tidak menyukainya, alasannya yakni dia yakni seorang yang tidak oke dengan tasawwuf. menyerupai yang telah dituturkan dalam salah satu karangan dia Ibnu Atho’illah “Lathoiful Minan”. Berkat kesabaran dia menghadapi perilaku kakeknya, dia bisa memadukan fiqh dan tasawuf yang pada jadinya Ibn Atho’ memang lebih terkenal sebagai seorang sufi besar.
Termasuk kawasan mengajar dia yakni Madrasah al-Mansuriah di Hay al-Shoghoh. Beliau memiliki banyak anak didik yang menjadi spesialis fiqih dan tasawwuf, menyerupai Imam Taqiyyuddin al-Subki, ayah Tajuddin al-Subki, pengarang kitab “Thobaqoh al-Syafi’iyyah al-Kubro”.
Sebagai seorang sufi yang alim Ibn Atho’ meninggalkan banyak karangan sebanyak 22 kitab lebih. Mulai dari sastra, tasawuf, fiqh, nahwu, mantiq, falsafah hingga khitobah.
Kitabnya yang paling masyhur di seluruh dunia Islam ialah kitabnya yang berjulukan Hikam. Beberapa kitab lainnya yang ditulis yakni Al-Tanwir fi Isqath Al-Tadbir, Unwan At-Taufiq fi’dab Al-Thariq, Miftah Al-Falah dan Al-Qaul Al-Mujarrad fil Al-Ism Al-Mufrad. Yang terakhir ini merupakan tanggapan terhadap Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah mengenai duduk perkara tauhid.
Kedua ulama besar itu memang hidup dalam satu zaman, dan kabarnya beberapa kali terlibat dalam obrolan yang berkualitas tinggi dan sangat santun. Ibnu Taimiyyah yakni sosok ulama yang tidak menyukai praktek sufisme. Sementara Ibnu ‘Atha’illah dan para pengikutnya melihat tidak semua jalan sufisme itu salah. Karena mereka juga ketat dalam urusan syari’at.
Al-Munawi dalam kitabnya “al-Kawakib al-Durriyyah" mengatakan: “Syaikh Kamal Ibnu Humam dikala ziarah ke makam wali besar ini membaca Surat Hud hingga pada ayat yang artinya: “Diantara mereka ada yang celaka dan bahagia…”. Tiba-tiba terdengar bunyi dari dalam liang kubur Ibn ‘Athoillah dengan keras: “Wahai Kamal… tidak ada diantara kita yang celaka”. Demi menyaksikan karomah agung menyerupai ini Ibnu Humam berwasiat semoga dimakamkan akrab dengan Ibnu ‘Atho’illah dikala meninggal kelak.
Suatu dikala salah satu murid dia berangkat haji. Di sana si murid itu melihat Ibn ‘Atho’illah sedang thawaf. Dia juga melihat sang guru ada di belakang maqam Ibrahim, di Mas’aa dan Arafah. Ketika pulang, dia bertanya pada teman-temannya apakah sang guru pergi haji atau tidak. Si murid eksklusif terperanjat dikala mendengar teman-temannya menjawab “Tidak”.
Kurang puas dengan tanggapan mereka, dia menghadap sang guru. Kemudian pembimbing spiritual ini bertanya : “Siapa saja yang kau temui ?” kemudian si murid menjawab : “Tuanku… aku melihat tuanku di sana “. Dengan tersenyum al-arif billah ini menandakan : “Orang besar itu bisa memenuhi dunia. Seandainya saja Wali Qutb dipanggil dari liang tanah, dia niscaya menjawabnya”.
Wallahu A'lam bis-Showab
Sekin dulu sobat sedikit membuatkan tentang Al-Anwar-Hikmah, Biografi Penulis al-Hikam ini,semoga bermanfaat untuk kita semua.
sumber:
ppalanwar.com
Al-Hikam sendiri yakni satu kitab yang memuat untaian kata-kata mutiara, atau lebih dikenal dengan istilah aforisme. Terdapat ratusan aforisme di dalam buku ini, ada aforisme yang singkat padat hanya sekitar satu dua baris, ada pula aforisme yang panjang beruntai.
Syekh Ibnu ‘Atha’illah menghadirkan Kitab Al-Hikam dengan sandaran utama pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kitab Al-Hikam merupakan ciri khas pemikiran Ibnu ‘Atha’illah, khususnya dalam paradigma tasawuf. Di antara para tokoh sufi yang lain menyerupai Al-Hallaj, Ibnul ‘Arabi, Abu Husen An-Nuri, dan para tokoh sufisme falsafi yang lainnya, kedudukan pemikiran Ibnu Atha’illah bukan sekedar bercorak tasawuf falsafi yang mengedepankan teologi.
Tetapi diimbangi dengan unsur-unsur pengamalan ibadah dan suluk, artinya di antara syari’at, tarikat dan hakikat ditempuh dengan cara metodis. Corak Pemikiran Ibnu ‘Atha’illah dalam bidang tasawuf sangat berbeda dengan para tokoh sufi lainnya. Ia lebih menekankan nilai tasawuf pada ma’rifat.
Syeikh Ibnu ‘Atha’illah al-Sakandary
Ibnu ‘Atha’illah as-Sakandary wafat pada 1309 M atau 709 H dan dimakamkan di pemakaman al-Qorrofah al-Kubro. Hidup di Mesir pada masa kekuasaan Dinasti Mameluk. Beliau lahir di kota Alexandria (Iskandariyah), kemudian pindah ke Kairo. Ibnu ‘Atho’illah menjadi penggantinya dalam mengembangkan Tariqah Syadziliah. Dan Ibn ‘Athoillah inilah yang pertama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga khazanah tarikat syadziliah tetap terpelihara.
Kendatipun namanya hingga sekarang demikian harum, namun kapan sufi agung ini dilahirkan tidak ada catatan yang tegas.
Kota Iskandariah pada masa Ibnu ‘Atho’illah memang salah satu kota ilmu di semenanjung Mesir, alasannya yakni Iskandariah banyak dihiasi oleh banyak ulama dalam bidang fiqih, hadits, usul, dan ilmu-ilmu bahasa Arab, tentu saja juga memuat banyak tokoh-tokoh tasawwuf dan para Auliya’ Sholihin.
Ibnu ‘Atho’illah merupakan cucu dari seorang alim fiqih Iskandariah, oleh alasannya yakni itu tidak mengherankan jikalau Ibnu Atho’illah tumbuh sebagai seorang faqih, sebagaimana cita-cita dari kakeknya. Namun kefaqihannya terus berlanjut hingga pada tingkatan tasawuf. Hal tersebut menciptakan kakeknya secara terang-terangan tidak menyukainya, alasannya yakni dia yakni seorang yang tidak oke dengan tasawwuf. menyerupai yang telah dituturkan dalam salah satu karangan dia Ibnu Atho’illah “Lathoiful Minan”. Berkat kesabaran dia menghadapi perilaku kakeknya, dia bisa memadukan fiqh dan tasawuf yang pada jadinya Ibn Atho’ memang lebih terkenal sebagai seorang sufi besar.
Termasuk kawasan mengajar dia yakni Madrasah al-Mansuriah di Hay al-Shoghoh. Beliau memiliki banyak anak didik yang menjadi spesialis fiqih dan tasawwuf, menyerupai Imam Taqiyyuddin al-Subki, ayah Tajuddin al-Subki, pengarang kitab “Thobaqoh al-Syafi’iyyah al-Kubro”.
Sebagai seorang sufi yang alim Ibn Atho’ meninggalkan banyak karangan sebanyak 22 kitab lebih. Mulai dari sastra, tasawuf, fiqh, nahwu, mantiq, falsafah hingga khitobah.
Kitabnya yang paling masyhur di seluruh dunia Islam ialah kitabnya yang berjulukan Hikam. Beberapa kitab lainnya yang ditulis yakni Al-Tanwir fi Isqath Al-Tadbir, Unwan At-Taufiq fi’dab Al-Thariq, Miftah Al-Falah dan Al-Qaul Al-Mujarrad fil Al-Ism Al-Mufrad. Yang terakhir ini merupakan tanggapan terhadap Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah mengenai duduk perkara tauhid.
Kedua ulama besar itu memang hidup dalam satu zaman, dan kabarnya beberapa kali terlibat dalam obrolan yang berkualitas tinggi dan sangat santun. Ibnu Taimiyyah yakni sosok ulama yang tidak menyukai praktek sufisme. Sementara Ibnu ‘Atha’illah dan para pengikutnya melihat tidak semua jalan sufisme itu salah. Karena mereka juga ketat dalam urusan syari’at.
Al-Anwar-Hikmah, Biografi Penulis al-Hikam - Karomah Ibnu ‘Atha’illah
Al-Munawi dalam kitabnya “al-Kawakib al-Durriyyah" mengatakan: “Syaikh Kamal Ibnu Humam dikala ziarah ke makam wali besar ini membaca Surat Hud hingga pada ayat yang artinya: “Diantara mereka ada yang celaka dan bahagia…”. Tiba-tiba terdengar bunyi dari dalam liang kubur Ibn ‘Athoillah dengan keras: “Wahai Kamal… tidak ada diantara kita yang celaka”. Demi menyaksikan karomah agung menyerupai ini Ibnu Humam berwasiat semoga dimakamkan akrab dengan Ibnu ‘Atho’illah dikala meninggal kelak.
Suatu dikala salah satu murid dia berangkat haji. Di sana si murid itu melihat Ibn ‘Atho’illah sedang thawaf. Dia juga melihat sang guru ada di belakang maqam Ibrahim, di Mas’aa dan Arafah. Ketika pulang, dia bertanya pada teman-temannya apakah sang guru pergi haji atau tidak. Si murid eksklusif terperanjat dikala mendengar teman-temannya menjawab “Tidak”.
Kurang puas dengan tanggapan mereka, dia menghadap sang guru. Kemudian pembimbing spiritual ini bertanya : “Siapa saja yang kau temui ?” kemudian si murid menjawab : “Tuanku… aku melihat tuanku di sana “. Dengan tersenyum al-arif billah ini menandakan : “Orang besar itu bisa memenuhi dunia. Seandainya saja Wali Qutb dipanggil dari liang tanah, dia niscaya menjawabnya”.
Wallahu A'lam bis-Showab
Sekin dulu sobat sedikit membuatkan tentang Al-Anwar-Hikmah, Biografi Penulis al-Hikam ini,semoga bermanfaat untuk kita semua.
sumber:
ppalanwar.com
Post a Comment for "Al-Anwar-Hikmah, Biografi Penulis Al-Hikam, Syaikh Ibnu 'Atha'illah Al-Sakandary"