Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Al-Anwar- Nasihat - Pasrah Kepada Qadar Allah

Al-Anwar- Hikmah - Pasrah kepada Qadar Allah, pengertian pesan yang tersirat yang kini ini aneka macam untuk kita ketahui. Terutama kisah pesan yang tersirat islam untuk anak kita, Serta arti pesan yang tersirat dalam hal aktifitas sehari-hari kita. pesan yang tersirat puasa senin kamis, ilmu hikmah, kata hikmah, pesan yang tersirat puasa, dan masih banyak lagi.

 pengertian pesan yang tersirat yang kini ini aneka macam untuk kita ketahui Al-Anwar- Hikmah - Pasrah kepada Qadar Allah


Baca ini : Al-Anwar- Hikmah - Pasrah kepada Qadar Allah


سوابق الههم لا تخرق أسوار الأقدار

“Semangat yang tinggi tidak akan bisa menembus dinding-dinding takdir Allah”

1. Penjelasan

Etika yang harus dilakukan dalam maqam asbab (hablun min annas) yakni percaya akan takdir Allah. Etika ini sangat urgen untuk di pegang oleh insan yang ingin selamat dari kesesatan. Karena sebesar apapun perjuangan insan pasti tidak akan keluar dari takdir Allah. Oleh lantaran itu Ibnu Atha'illah menjelaskan dengan kata hikmahnya: “Semangat yang tinggi tidak akan bisa menembus dinding-dinding takdir Allah”.

"Semangat" disini yakni kemauan keras yang diberikan Allah kepada insan untuk menghadapi kehidupan mereka ibarat kerja, mengajar, dan sebagainya. Ibnu Atha'illah menyerupakan Qadar (takdir Allah) dengan dinding kokoh yang membentengi suatu negara. Jika ada seorang musuh yang ingin menghancurkan dinding itu maka beliau tidak akan berhasil. Begitu juga manusia, beliau tidak akan bisa membatalkan takdir Allah dengan kemauan dan semangat kerasnya tersebut.

Intisari makna kata pesan yang tersirat Ibnu Atha'illah yakni lakukanlah asbab (bekerja) sesuai kemampuanmu, namun ketahuilah bahwa asbab yang kau kerjakan walaupun disertai kemauan keras dan efektifitas akan menjadi sirna jikalau berhalangan dengaan Qadla’ dan aturan Allah yang telah digariskan.

Perlu kita ketahui bahwa Qadla' dan Qadar itu mempunyai arti yang berbeda. Qadla' yakni ilmu Allah pada zaman azali dengan segala sesuatu yang akan terjadi, sedangkan Qadar yakni terjadinya sesuatu hal sesuai dengan ilmu Allah pada zaman azali tadi. Kemudian Qadla' yang namanya menjelma Qadar dikala telah terealisasi, ada kalanya hanya Allah-lah sebagai pemegang kendali (kehendak insan tidak ikut andil) ibarat datangnya musibah dan peristiwa alam. Dan ada kalanya Qadla' Qadar terjadi atas kehendak Allah tetapi insan mempunyai andil di dalamnya ibarat bekerja dan beribadah. Walaupun keduanya berbeda namun keduanya termasuk dalam Qadla' dan Qadar Allah SWT. Karena kesemuanya bekerja sesuai ilmu dan penciptaan Allah. Oleh lantaran itu segala sesuatu yang tunduk di bawah Qadla' dan Qadar Allah tidak ada hubungannya dengan ikhtiyar (usaha) dan idltirar (keterpaksaan) manusia.

2. Dalil

Al-Qur’an surat al-Dzariyyat: 58

إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

Artinya: "Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rizqi yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh" (QS. al-Dzariyyat: 58).

Dan juga surat Al-Ankabut: 17

...فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

Artinya: "Maka mintalah rizqi itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada- Nyalah kau akan dikembalikan" (QS. Al-Ankabut: 17).

Serta hadist Nabi:

شرح الأربعين النووية في الأحاديث الصحيحة النبوية - (ج 1 / ص 9)

إنَّ أَحَدَكُم يُجْمَعُ خلقُهُ في بَطنِ أُمِّهِ أَربعينَ يَوماً نطفة ، ثمَّ يكونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذلكَ ، ثمَّ يكونُ مُضغةً مِثلَ ذلكَ ، ثمَّ يُرسلُ إليه المَلَك، فيَنْفُخُ فيه الرُّوحَ ويُؤْمَرُ بأربَعِ كلماتٍ : بِكَتْب رِزقه وأجَلِه وعمله ، وشقيٌّ أو سَعيدٌ

Artinya: "Sesungguhnya insiden kalian di kumpulkan dalam perut ibu selama 40 hari berupa air mani, kemudian menjelma segumpal darah selama 40 hari, kemudian menjadi segumpal daging juga selama 40 hari, kemudian Allah mengirim malaikat untuk meniupkan ruh dan di perintah biar menulis 4 kasus yaitu rizqinya, ajalnya, amalnya dan celaka atau beruntung."

Dari ketiga dalil diatas bisa kita ketahui bahwa rizqi telah digariskan dalam ilmu Allah dan masuk dalam genggaman Qadla'-Nya. Segala sesuatu tidak akan terjadi kecuali telah tergaris dalam ilmu-Nya. Adapun kesungguhan dan kerja keras kita hanyalah sebagai pelayan bagi segala sesuatu yang telah termaktub (tertulis) dalam Qadla' dan aturan Allah dan juga sebagai pelayan bagi Qadar yang realisasinya pasti sesuai dengan ilmu dan Qadla'-Nya.

Al-Qur’an surat Al-Rum: 25

وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ تَقُومَ السَّمَاءُ وَالْأَرْضُ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِذَا دَعَاكُمْ دَعْوَةً مِنَ الْأَرْضِ إِذَا أَنْتُمْ تَخْرُجُونَ

Artinya: "Dan di antara gejala kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. Kemudian apabila beliau memanggil kau sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kau keluar (dari kubur)" (QS. Al-Rum: 25).

Jadi bergeraknya Afaq (cakrawala) bumi dan apa saja yang ada di dalamnya tergantung dari rahmat Allah. Perlu kita ketahui, ayat di atas memakai kalimah “تقوم ” yaitu fi'il mudlari’ yang menunjukkan zaman al-istimror (selama-lamanya dan terus-menerus). Segala sesuatu yang kita lihat baik berupa gerakan maupun perubahan, besar maupun kecil tidak akan tepat tanpa kekuasaan dan perintah Allah SWT. Lalu (dengan penetapan ini) apakah ada yang mengatur segala sesuatu selain Allah?

3. Aplikasi

a. Contoh

1) Kehidupan masyarakat

Banyak sekali cara yang dilakukan orang demi memperoleh rizqi. Namun sehabis diteliti cara-cara tersebut tidak disyari'atkan (diperbolehkan) oleh agama. Suatu dikala ada orang yang menasehatinya biar menjauhi dan tidak melaksanakan cara tersebut lantaran tidak sesuai dengan syari'at. Lalu orang tersebut malah mencacinya dengan mengatakan: Sebenarnya cara yang saya kerjakan dalam mencari rizqi itu disyari'atkan dan diperintahkan, selain itu Allah juga tidak menyukai orang-orang yang malas dan tidak mau bekerja. Orang tersebut juga kadang membantah dengan mengatakan: Saya menjalankan kata pesan yang tersirat dari Ibnu 'Atha'illah. Sesungguhnya Allah telah menempatkanku pada maqam asbab, kemudian kenapa saya dihentikan bekerja dengan caraku.

Fenomena di atas hanya sanggup kita tepis dengan pesan yang tersirat Ibnu 'Atha'illah bahwa semangat yang tinggi tidak akan bisa menembus dinding-dinding takdir Allah. Ketika kita merasa bahwa diri kita berada di tempat yang dipenuhi dengan keharaman-keharaman dan kita ikut terseret untuk melaksanakan dosa, maka kita harus menjauhkan tangan kita dari pekerjaan dan perdagangan itu. Kita juga harus pindah tempat yang di situ tidak ada maksiat dan dosa ibarat tempat pertama. Jika syaitan membisiki kita dengan berkata: Cara yang kau kerjakan itu telah ditakdirkan oleh Allah, kemudian apakah kau akan mendapatkan ganti jikalau kau tidak bekerja? Maka kita harus menjawabnya: Dari mana argumen bahwa pekerjaan dan rutinitasku di tempat tersebut yakni sumber rizqiku yang menjadi penyebab kenikmatan dan kehidupanku? Dan bagaimana argumen tersebut harus saya terima padahal saya akan selalu hidup sebagaimana firman Allah bahwa hanya Allah-lah yang memberi rizqi.

Kita juga harus menepis syaitan dengan jawaban: Jika memang Allah telah menakdirkan saya kaya, maka hal itu pasti akan terwujud di manapun saya pergi. Dan jikalau Allah menakdirkan diri saya miskin, maka hal itu juga akan terwujud walaupun saya telah bekerja keras dan pergi ke semua tempat untuk bekerja.

Sebagian orang juga terkadang berasumsi dengan mengatakan: Lalu apa gunanya bekerja jikalau memang hal itu tidak bisa merubah takdir Allah. Dan apa gunanya pergi ke penjuru tempat untuk mencari rizqi jikalau telah digariskan Allah SWT?

Jawabannya yakni dalam bekerja kita itu berada pada salah satu posisi. Posisi pertama yakni jikalau bekerja itu terasa jauh dan tidak bisa mendorong semangat dan kerja keras kita. Jika kita berada dalam posisi ini, maka berarti kita berada pada maqam tajrid dan yang harus kita lakukan yakni pasrah serta menjauhi pekerjaan tadi.

Posisi kedua yakni jikalau bekerja itu ada di depan kita, maka kita harus mendapatkan dan melakukannya. Tapi bukan lantaran bekerja itu mempunyai kekuatan dan bisa melawan Qadla' dan Qadar Allah, melainkan lantaran Allah telah menempatkan kita pada maqam asbab dan memerintahkan kita untuk menjalankannya. Kita juga harus yakin bahwa yang menjadikan kita hidup yakni kehendak dan aturan Allah bukan pekerjaan yang kita lakukan tadi. Makara pekerjaan yang kita tekuni hanyalah rutinitas yang telah ditempatkan dan diperintahkan oleh Allah kepada kita. Pada hakikatnya kita bisa hidup yakni dari Allah, bukan dari pekerjaan kita.

Sebagian orang Islam juga terkadang meyakini bahwa di dalam suatu kasus (seperti air, api, makanan) itu mempunyai kekuatan atau potensi yang terpendam di dalamnya. Makara dengan potensi tersebut kasus tadi bisa memberi atsar (efek) pada kita. Jika kita juga mencicipi keyakinan tersebut, maka kita harus ingat kepercayaan keimanan kita bahwa bahwasanya Allah-lah yang memberi kekuatan pada kasus tersebut, sehingga kasus tadi bisa memberi manfaat pada kita.

Kita juga harus meyakini bahwa Allah itu satu Dzat-Nya. Maka tidak ada Tuhan dalam alam semesta ini kecuali Dia. Allah juga satu sifat-Nya, dan Allah juga satu pekerjaan-Nya, maka tidak ada satu makhluk di dunia ini yang ikut campur dalam pekerjaan Allah, lantaran Allah yakni satu-satunya Dzat pencipta.

Jika ada orang yang meyakini bahwa di dalam api itu ada kekuatan mambakar yang dititipkan Allah di dalamnya kemudian Allah meninggalkannya. Lalu dengan kekuatan ini api bisa memperabukan dengan sendirinya. Maka orang tersebut berarti memutuskan bahwa dalam suatu kasus ada kekuatan (selain kekuatan Allah) yang ikut andil dalam mengatur sesuatu. Dengan demikian orang tersebut telah menyekutukan Allah, dan keluar dari jalan yang lurus.

2) Cerita Sayyidah Maryam

Sesungguhnya pekerjaan yang kita lakukan hanyalah menuruti perintah dan aturan yang telah ditetapkan Allah pada semua makhluk. Kita diperintahkan untuk makan, minum dan minum obat jikalau kita lapar, haus, dan sakit. Kita juga diperintah biar waspada pada penyakit dan musibah. Keyakinan bahwa tidak ada pelaku selain Allah harus ditancapkan dalam diri kita. Hanya Allah-lah yang membuat segala sesuatu dan tidak ada imbas kecuali dari hukum-Nya. Allah SWT telah berfirman dalam surat Al-A'raf: 54,

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

Artinya: "Sesungguhnya Tuhan kau ialah Allah yang Telah membuat langit dan bumi dalam enam masa, kemudian beliau bersemayam di atas 'Arsy[548]. beliau menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, membuat dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam" (QS. Al-A'raf: 54).

Allah memerintahkan kita untuk mengerjakan pekerjaan, di sisi lain Allah juga memerintahkan pada kita untuk meyakini bahwa semangat yang berpengaruh tidak bisa menembus dinding-dinding takdir.

Al-Anwar- Hikmah - Pasrah kepada Qadar Allah


Syari’at (aturan) yang dibebankan Allah dan keyakinan yang diajarkan-Nya (pelaku hakiki hanyalah Allah) teraplikasikan dalam khitabNya kepada Sayyidah Maryam dikala bersandar pada pohon kurma dalam keadaan hamil. Allah berfirman di dalam surat Maryam: 25,

وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا

Artinya: "Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, pasti pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu" (QS. Maryam: 25).

Pohon yang disandari Sayyidah Maryam yakni pohon kurma yang sudah bau tanah dan tentunya tidak berbuah lagi. Namun seketika itu pula Allah menumbuhkan buah kurma yang masih segar. Tidak perlu diragukan lagi bahwa Allah sangat bisa sekali untuk menurunkan buah kurma dalam pangkuan Sayyidah Maryam tanpa harus memerintahkan Sayyidah Maryam untuk menggoyang pohon kurma tersebut. Namun Allah ingin mengajarkan aturan dan syari’at kepada manusia. Dengan demikian kita tahu bahwa yang membuat kurma yakni Allah, namun Allah mengajarkan alasannya yakni demi turunnya buah kurma yaitu dengan menggoyang pohonnya.

b. Efek Edukasi

Marilah kita melihat education efec (pengaruh edukasi) dengan melaksanakan asbab (pekerjaaan), namun didasari keyakinan bahwa tidak ada pelaku selain Allah dan segala sesuatu pasti tunduk pada Qadar Allah, maka kita akan menemukan imbas yang baik pada diri insan serta akan membentuk jiwa dan pikiran yang sehat.

Jika perjuangan kita yang berada di bawah Qadla' dan Qadar Allah, telah menghasilkan harapan kita, maka kita akan yakin bahwa anugerah ini yakni tunjangan Allah SWT dan dari sinilah kita harus banyak bersyukur dan memuji Allah SWT. Sebaliknya, jikalau harapan kita belum terwujud maka kita menyadari bahwa semuanya telah menjadi takdir Allah. Oleh lantaran itu kita tidak akan kebingungan dalam menghadapi kehidupan ini dan kita tidak akan mengandai-andai bahwa jikalau kita melaksanakan ibarat ini pasti tidak akan terjadi ibarat ini, dan jikalau kita melaksanakan ibarat apa yang dilakukan seseorang pasti kita akan sukses ibarat mereka.

Fenomena di atas telah meracuni sebagian insan yang mengakibatkan mereka stress dan hidup dalam kesedihan. Namun seorang mukmin yang patuh pada hukum-hukum syar’i serta dilandasi keyakinan pada qadla yang kuasa pasti akan selamat dari musibah dan penyakit ini. Karena mereka tahu bahwa ini semua terjadi atas kehendak Allah. Dengan percaya dan ridla atas kehendak-Nya, maka mereka semakin hening dan yakin bahwa kehendak Allah tersebut yakni yang terbaik bagi mereka.

Pada balasannya kita akan tunduk dan menjalankan wasiat Nabi Muhammad SAW, yaitu:

استعن بالله ولاتعجز وان أصابك شئ فلا تقل لو أني فعلت كذا لكان كذا, فان لو تفتح عمل الشيطان ولكن قل قدر الله وما شاء فعل. (رواه مسلم)

Artinya: "Mintalah pertolongan pada Allah dan janganlah lemah, jikalau kau tertimpa sesuatu janganlah kau menyampaikan bahwa sendainya saya melaksanakan ibarat ini pasti tidak akan terjadi ibarat ini, lantaran mengandai-andai itu akan membuka pintu setan. Akan tetapi katakanlah bahwa Allah telah menakdirkan ibarat ini dan Allah berhak untuk melaksanakan apa saja yang Dia inginkan." (HR. Muslim)

Kita juga harus tahu bahwa dengan adanya Qadla' dan Qadar Allah bukan berarti kita tidak mempunyai ikhtiyar (usaha), lantaran problem Qadla' dan Qadar itu tidak ada hubungannya dengan ada atau tidaknya perjuangan manusia. Inilah hal yang perlu kita perhatikan dan janganlah kita tertipu oleh perkiraan sebagian insan dalam memahami makna Qadla' dan Qadar. Dengan demikian kita akan selamat dari kesesatan dan hidup dalam penuh kehormatan dan ketenangan.


Sekian dulu teman sedikit mengembangkan perihal Al-Anwar- Hikmah - Pasrah kepada Qadar Allah ini, semoga bermanfaat untuk kita semua dalam hal yang positif.
sumber:
ppalanwar.com

Post a Comment for "Al-Anwar- Nasihat - Pasrah Kepada Qadar Allah"