Al-Anwar-Hikmah, Kebenaran Akad Allah
Al-Anwar-Hikmah, Kebenaran Janji Allah pengertian hikmah, kisah pesan tersirat islam, arti hikmah, pesan tersirat puasa senin kamis, ilmu hikmah, kata hikmah, pesan tersirat puasa, lagu hikmah
KH. Ahmad Wafi Maimoen
لئلا يكون ذلك قدحا في بصيرتك وإخمادا لنور سريرتك
"Janganlah engkau ragu terhadap kesepakatan Allah disebabkan tidak adanya apa yang dijanjikan, walaupun sudah saatnya dipenuhi. Supaya hal tersebut tidak merusak bashirohmu dan memadamkan cahaya hatimu."
Dalam Al-Qur'an, Allah seringkali menebar janjiNya kepada kaum muslimin tanpa membatasinya dengan keharusan berdoa dan meminta kepadaNya. Tapi Allah mengharuskan' dzatNya sendiri untuk memenuhi kesepakatan tersebut jikalau memang kaum muslimin melaksanakan perintah-perintahNya dan tuntutan yang dibebankan ada mereka. Di antara kesepakatan Allah itu menyerupai firman Allah:
إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ (51) [غافر : 51]
Artinya: "Sesungguhnya kami menolong rasul-rasul kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)."
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً [النحل : 97]
Artinya: "Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik pria maupun wanita dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri jawaban kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan."
إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ [محمد : 7]
Artinya: "Hai orang-orang mukmin, jikalau kau menolong (agama) Allah, pasti Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." Dan realitanya, pada zaman kini banyak kaum muslimin yang membaca ayat-ayat di atas dan kesepakatan Allah lainnya. Dia melihat bahwa janji-janji itu, atau lebih banyak didominasi tidak terpenuhi pada hari ini. Orang-orang Islam tidak ditolong menyerupai yang dijanjikan Allah, sedangkan orang zalim bebas berkeliaran merampas hak orang lain. Mereka tidak dibinasakan oleh Allah sebagaimana yang telah dijanjikan. Apakah Allah telah mengingkari janjiNya? Tentu saja tidak lantaran hal itu tidak mungkin bagiNya.
Maka dari itu, Imam Ibnu 'Athoillah mengingatkan mereka yang ragu-ragu terhadap kesepakatan Allah dengan mutiara hikmahnya di atas. Di antara kita mungkin ada yang berkilah: "Terang saja saya ragu-ragu terhadap kesepakatan Allah lantaran saya melihat sendiri keadaan yang berbeda dengan apa yang dijanjikan." Untuk menanggapinya kita berkata, orang yang terserang penyakit ragu-ragu terhadap kebenaran kesepakatan Allah ialah orang yang selalu menuntut haknya dari Allah, tapi dia sendiri tidak pernah berintropeksi terhadap dirinya. Sudahkah dia memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan Allah kepada dirinya? Jika dia berkata lagi, "Kami ialah orang muslim, beriman, masjid-masjid kami dipenuhi orang-orang yang solat, kami berpuasa di bulan Ramadan, dan pergi haji pada bulan haji. Kaprikornus kami bekerjsama sudah menjalankan kewajiban kami. Lantas dimana pertolonganNya kepada kami? Kami malah dikuasai musuh dimana-mana, mereka merampas hak kami dan menjajah negara kami."
Di sela-sela gugatannya, terlihat bahwa orang ini selalu mengedepankan hak-haknya serta mengabaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Dia malah mengungkit-ungkitkpd Allah atas amal ibadahnya berupa menghidupkan syi'ar Islam, meramaikan masjid, menghidupkan Romadlon dengan berpuasa, dan berhaji di ka'bah. Tapi dia melaksanakan itu semua tidak untuk memperbaiki akhlaknya, dia tidak peduli untuk menolong sesamanya dan melihat aliran Islam yang semakin terpinggirkan. Dia tidak melakukannya demi melawan aliran yang menghina Islam dan menganggap aturan Islam sebagai barang kuno yang membosankan. Tidak juga demi membuka kedok pemikiran Barat yang mengajak kepada modernitas, sekularisme, dan liberalisme yang memiliki misi membebaskan dunia dari semua agama. Orang-orang menyerupai itu, yang menggugat kesepakatan Allah, ialah orang yang tidak mendapat hidayahNya, melecehkan hukum-hukumNya, dan sangat dangkal akan prinsip-prinsip agamanya sendiri. Orang itu akan merasa cukup dan puas jikalau sudah melaksanakan solat lima waktu, pergi haji, dan berpuasa di bulan Romadlon bersama yang lainnya.sehingga dia merasa berhak untuk menagih kesepakatan Allah kepadanya.
Padahal ketika seseorang sudah ma'rifat kepada Allah dan tidak karam dlm kesibukan duniawiah, dia akan merasa bahwa hak Allah yang harus dipenuhi sangatlah banyak dan berat. Sehingga haknya sendiri terlupakan walaupun bekerjsama dia sudah layak untuk mendapatkannya.
Rasulullah saja, insan yang paling ma'rifat kepada Allah, paling cinta dan paling takut kepadaNya, tapi dia masih merasa bahwa ibadahnya belumlah maksimal dan sempurna, belum bisa syukur kepada Allah dan menunaikan hak-hakNya. Beliau selalu beristighfar, layaknya seorang pendosa yang sangat mengharapkan ampunan dariNya. Beliau pernah berkata:
إنه ليغان على قلبي، فأستغفر الله في اليوم والليلة مئة مرة
Artinya: "Sesungguhnya hati saya pernah tertutupi, kemudian saya beristighfar kepada Allah seratus kali setiap hari."
Para ulama sholihin juga menyampaikan hal yang semakna:
حسنات الأبرار سيئات المقربين
Kebagusan orang-orang soleh itu sama dengan kejelekannya muqorrobin (orang-orang yang didekatkan kepada Allah).
Imam Asy Syathibi berkata dalam kitab Muwafaqot: "Golongan pertama ialah orang yang bersedekah dengan ajaran-ajaran Islam tanpa adanya tambahan. Golongan kedua bersedekah disertai dengan rasa ta'dhim, takut, harapan, dan cinta. Rasa takut (khouf) merupakan cambuk yang mendorongnya untuk beribadah. Harapan (roja') menjadi pengendali yang menuntunnya, dan rasa cinta menjadi penyemangatnya. Orang yang takut (kho'if) akan beribadah dengan disertai kepayahan. Hanya saja rasa takut itu akan menjadikannya merasa enteng menghadapi hal yang lebih ringan, walaupun hal itu bekerjsama berat. Adapun orang yang memiliki rasa cinta, dia bersedekah dengan mengrahkan segenap kemampuannya tanpa beban lantaran rindu terhadap kekasihnya sehingga semuanya terasa ringan dan dekat. Dia pun tidak akan melihat dirinya sebagai orang yang telah memperlihatkan rasa cintanya dan mensyukuri nikmat."
Pada dasarnya Allah tidak akan mengingkari janjiNya kepada orang yang telah melaksanakan syarat-syarat dengan benar dan ikhlas. Hanya saja orang yang mengetahui syarat itu dan bisa melaksanakannya hanyalah orang yang ma'rifat kepada Allah dan hatinya dipenuhi oleh rasa cinta dan ta'dhim kepadaNya. Mereka bukan orang yang bermu'amalah dengan Allah hanya sebatas melaksanakan rukun-rukun Islam saja dan selalu menghitung-hitung amal yang sudah dikerjakannya, menyerupai yang dikatakan Imam Asy Syathibi. Mereka ialah orang yang benar-benar paham akan firman Allah:
ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيدِ [إبراهيم : 14]
Artinya : "Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku."
Dan firmanNya yang lain:
وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ [البقرة : 40]
Artinya : "Dan penuhilah janjimu kepada-Ku, pasti Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan Hanya kepada-Ku-lah kau harus takut (tunduk)."
Syekh Sa'id Romadlon Al Buthi menceritakan kisah menarik seputar tema di atas. Beliau diberi kabar oleh salah seorang tentara Syria yang kalah perang pada tahun 1967. Tentara itu pulang ke Damaskus bersama rombongan pasukannya. Di tengah perjalanan, waktu solat sudah masuk dan mereka pun mencari kawasan yang layak guna melaksanakan solat. Pada dikala mereka sedang khusyuk- khusyuknya, lewatlah di depad mereka sekelompok pasukan asing. Mereka tertarik melihat pemandangan di depan mereka. Setelah simpulan solat, mereka bertanya: "Allah tidak menolong kalian dalam peperangan ini. Kenapa kalian tetap solat?"
Syekh Al Buthi berkata pada tentara itu: "Seharusnya kalian menjawab menyerupai ini: Kami solat sebagai bentuk syukur kami kepada Allah lantaran Dia tidak menyiksa kami dng kehinaan, kebinasaan, dan goncangan gempa. Tidak pula dengan hujan kerikil dari langit. Karena bekerjsama kami pantas mendapat eksekusi yang lebih berat dari kekalahan ini."
Salah seorang wali yang soleh pernah ditanya seseorang: "Ya Syekh, sudilah anda untuk memperlihatkan salah satu karomahmu pada kami. Agar kami bertambah keyakinan kepada Allah." Syekh itu berkata: "Bukankah kau sudah melihat karomahku setiap waktu?" Orang itu berkata: "Kami tidak melihat karomah apapun, ya Syekh."
Syekh itu berkata lagi: "Bukankah kau telah melihat diriku ini bebas berjalan di bumi ini tanpa ditenggelamkan ke dasar bumi oleh Allah? Tanpa dihujani dengan meteor dan api? Bukankah itu merupakan sebuah karomah (kemulyaan) dari Allah? Sebenarnya saya berhak untuk disiksa semacam itu lantaran kelalaianku dan kelancanganku terhadap perintah-perintahNya. Akan tetapi Allah malah melindungiku dengan kasih sayangNya sehingga saya tidak dibinasakan menyerupai umat-umat terdahulu."
Apa yang dikatakan oleh wali ini keluar dari lubuk hatinya, bukan hasil rekayasa atau pura-pura. Perkataan semacam itu keluar dari orang yang hatinya penuh rasa ta'dhim dan takut kepada Allah. Apalagi jikalau orang itu merenungi ayat ini:
أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ (17) [الملك : 17]
Artinya : "Apakah kau merasa kondusif terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang? Atau apakah kau merasa kondusif terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa dia akan mengirimkan angin kencang yang berbatu. Maka kelak kau akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku?"
Sudah merupakan sunnatullah, bahwa Allah akan membiarkan orang-orang yang durhaka, memperlihatkan seluruh kenikmatan dunia kepada mereka, dan menundukkan dunia sesuai dengan keinginan nafsu mereka, supaya mereka tambah terlena dan lalai. Kemudian sesudah mati, mereka akan disiksa dengan sangat pedih dan menyakitkan. Allah akan menyiksa mereka dengan siksaannya dzat yang maha kuasa dan maha perkasa. Renungilah ayat-ayat yang menunjukan sunnatullah ini:
ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ (3) [الحجر : 3]
Artinya : "Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), Maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)."
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ (42) [إبراهيم : 42]
Artinya : "Dan janganlah sekali-kali kau (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka hingga hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak."
وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ (182) وَأُمْلِي لَهُمْ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ (183) [الأعراف : 182 ، 183]
Artinya : "Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami, nanti kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh."
Dan sunnatullah ini, beserta ayat-ayat di atas merupakan jawaban atas kenyataan yang kalian kita, yang menciptakan heran orang-orang bodoh. Kenyataan bahwa umat yang sesat dan berbuat lacut bebas berkeliaran dan mendapat kenikmatan dan kesenangan yang tak terhitung. Kenikmatan itu pada hakikatnya sangat sedikit dan tidak kekal, menyerupai yang dikatakan Allah. Jika waktunya tiba, dan tak ada yang tahu kecuali Allah, kenikmatan itu menjelma kesengsaraan dan kebinasaan.
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ (44) [الأنعام : 44]
Artinya : "Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang Telah diberikan kepada mereka, kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang Telah diberikan kepada mereka, kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka binasa."
Jika kini ada orang yang berkata: Kenapa Allah menghalangi kami, orang Islam, dari janjiNya. Sedangkan mereka, orang zalim dan pembangkang, dimulyakan dengan diberi kenikmatan yang tidak pernah dijanjikan kepada mereka? Maka ketahuilah, ucapannya itu hanya akan menimbulkan terhapusnya bashiroh dan berpaling dari firman Allah, yang jikalau dia merenunginya, dia akan menemukan sunnatullah yang berlaku terhadap makhlukNya.
Sekian dulu teman sedikit menyebarkan perihal Al-Anwar-Hikmah, Kebenaran Janji Allah ini, semoga bermanfaat untuk kita semua.
sumber :
ppalanwar.com
KH. Ahmad Wafi Maimoen
Al-Anwar-Hikmah, Kebenaran Janji Allah
لا يشككنّك في الوعد عدم وقوع الموعود وإن تعين زمنه،
لئلا يكون ذلك قدحا في بصيرتك وإخمادا لنور سريرتك
"Janganlah engkau ragu terhadap kesepakatan Allah disebabkan tidak adanya apa yang dijanjikan, walaupun sudah saatnya dipenuhi. Supaya hal tersebut tidak merusak bashirohmu dan memadamkan cahaya hatimu."
Dalam Al-Qur'an, Allah seringkali menebar janjiNya kepada kaum muslimin tanpa membatasinya dengan keharusan berdoa dan meminta kepadaNya. Tapi Allah mengharuskan' dzatNya sendiri untuk memenuhi kesepakatan tersebut jikalau memang kaum muslimin melaksanakan perintah-perintahNya dan tuntutan yang dibebankan ada mereka. Di antara kesepakatan Allah itu menyerupai firman Allah:
إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ (51) [غافر : 51]
Artinya: "Sesungguhnya kami menolong rasul-rasul kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)."
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً [النحل : 97]
Artinya: "Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik pria maupun wanita dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri jawaban kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan."
إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ [محمد : 7]
Artinya: "Hai orang-orang mukmin, jikalau kau menolong (agama) Allah, pasti Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." Dan realitanya, pada zaman kini banyak kaum muslimin yang membaca ayat-ayat di atas dan kesepakatan Allah lainnya. Dia melihat bahwa janji-janji itu, atau lebih banyak didominasi tidak terpenuhi pada hari ini. Orang-orang Islam tidak ditolong menyerupai yang dijanjikan Allah, sedangkan orang zalim bebas berkeliaran merampas hak orang lain. Mereka tidak dibinasakan oleh Allah sebagaimana yang telah dijanjikan. Apakah Allah telah mengingkari janjiNya? Tentu saja tidak lantaran hal itu tidak mungkin bagiNya.
Maka dari itu, Imam Ibnu 'Athoillah mengingatkan mereka yang ragu-ragu terhadap kesepakatan Allah dengan mutiara hikmahnya di atas. Di antara kita mungkin ada yang berkilah: "Terang saja saya ragu-ragu terhadap kesepakatan Allah lantaran saya melihat sendiri keadaan yang berbeda dengan apa yang dijanjikan." Untuk menanggapinya kita berkata, orang yang terserang penyakit ragu-ragu terhadap kebenaran kesepakatan Allah ialah orang yang selalu menuntut haknya dari Allah, tapi dia sendiri tidak pernah berintropeksi terhadap dirinya. Sudahkah dia memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan Allah kepada dirinya? Jika dia berkata lagi, "Kami ialah orang muslim, beriman, masjid-masjid kami dipenuhi orang-orang yang solat, kami berpuasa di bulan Ramadan, dan pergi haji pada bulan haji. Kaprikornus kami bekerjsama sudah menjalankan kewajiban kami. Lantas dimana pertolonganNya kepada kami? Kami malah dikuasai musuh dimana-mana, mereka merampas hak kami dan menjajah negara kami."
Di sela-sela gugatannya, terlihat bahwa orang ini selalu mengedepankan hak-haknya serta mengabaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Dia malah mengungkit-ungkitkpd Allah atas amal ibadahnya berupa menghidupkan syi'ar Islam, meramaikan masjid, menghidupkan Romadlon dengan berpuasa, dan berhaji di ka'bah. Tapi dia melaksanakan itu semua tidak untuk memperbaiki akhlaknya, dia tidak peduli untuk menolong sesamanya dan melihat aliran Islam yang semakin terpinggirkan. Dia tidak melakukannya demi melawan aliran yang menghina Islam dan menganggap aturan Islam sebagai barang kuno yang membosankan. Tidak juga demi membuka kedok pemikiran Barat yang mengajak kepada modernitas, sekularisme, dan liberalisme yang memiliki misi membebaskan dunia dari semua agama. Orang-orang menyerupai itu, yang menggugat kesepakatan Allah, ialah orang yang tidak mendapat hidayahNya, melecehkan hukum-hukumNya, dan sangat dangkal akan prinsip-prinsip agamanya sendiri. Orang itu akan merasa cukup dan puas jikalau sudah melaksanakan solat lima waktu, pergi haji, dan berpuasa di bulan Romadlon bersama yang lainnya.sehingga dia merasa berhak untuk menagih kesepakatan Allah kepadanya.
Padahal ketika seseorang sudah ma'rifat kepada Allah dan tidak karam dlm kesibukan duniawiah, dia akan merasa bahwa hak Allah yang harus dipenuhi sangatlah banyak dan berat. Sehingga haknya sendiri terlupakan walaupun bekerjsama dia sudah layak untuk mendapatkannya.
Rasulullah saja, insan yang paling ma'rifat kepada Allah, paling cinta dan paling takut kepadaNya, tapi dia masih merasa bahwa ibadahnya belumlah maksimal dan sempurna, belum bisa syukur kepada Allah dan menunaikan hak-hakNya. Beliau selalu beristighfar, layaknya seorang pendosa yang sangat mengharapkan ampunan dariNya. Beliau pernah berkata:
إنه ليغان على قلبي، فأستغفر الله في اليوم والليلة مئة مرة
Artinya: "Sesungguhnya hati saya pernah tertutupi, kemudian saya beristighfar kepada Allah seratus kali setiap hari."
Para ulama sholihin juga menyampaikan hal yang semakna:
حسنات الأبرار سيئات المقربين
Kebagusan orang-orang soleh itu sama dengan kejelekannya muqorrobin (orang-orang yang didekatkan kepada Allah).
Imam Asy Syathibi berkata dalam kitab Muwafaqot: "Golongan pertama ialah orang yang bersedekah dengan ajaran-ajaran Islam tanpa adanya tambahan. Golongan kedua bersedekah disertai dengan rasa ta'dhim, takut, harapan, dan cinta. Rasa takut (khouf) merupakan cambuk yang mendorongnya untuk beribadah. Harapan (roja') menjadi pengendali yang menuntunnya, dan rasa cinta menjadi penyemangatnya. Orang yang takut (kho'if) akan beribadah dengan disertai kepayahan. Hanya saja rasa takut itu akan menjadikannya merasa enteng menghadapi hal yang lebih ringan, walaupun hal itu bekerjsama berat. Adapun orang yang memiliki rasa cinta, dia bersedekah dengan mengrahkan segenap kemampuannya tanpa beban lantaran rindu terhadap kekasihnya sehingga semuanya terasa ringan dan dekat. Dia pun tidak akan melihat dirinya sebagai orang yang telah memperlihatkan rasa cintanya dan mensyukuri nikmat."
Pada dasarnya Allah tidak akan mengingkari janjiNya kepada orang yang telah melaksanakan syarat-syarat dengan benar dan ikhlas. Hanya saja orang yang mengetahui syarat itu dan bisa melaksanakannya hanyalah orang yang ma'rifat kepada Allah dan hatinya dipenuhi oleh rasa cinta dan ta'dhim kepadaNya. Mereka bukan orang yang bermu'amalah dengan Allah hanya sebatas melaksanakan rukun-rukun Islam saja dan selalu menghitung-hitung amal yang sudah dikerjakannya, menyerupai yang dikatakan Imam Asy Syathibi. Mereka ialah orang yang benar-benar paham akan firman Allah:
ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيدِ [إبراهيم : 14]
Artinya : "Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku."
Dan firmanNya yang lain:
وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ [البقرة : 40]
Artinya : "Dan penuhilah janjimu kepada-Ku, pasti Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan Hanya kepada-Ku-lah kau harus takut (tunduk)."
Syekh Sa'id Romadlon Al Buthi menceritakan kisah menarik seputar tema di atas. Beliau diberi kabar oleh salah seorang tentara Syria yang kalah perang pada tahun 1967. Tentara itu pulang ke Damaskus bersama rombongan pasukannya. Di tengah perjalanan, waktu solat sudah masuk dan mereka pun mencari kawasan yang layak guna melaksanakan solat. Pada dikala mereka sedang khusyuk- khusyuknya, lewatlah di depad mereka sekelompok pasukan asing. Mereka tertarik melihat pemandangan di depan mereka. Setelah simpulan solat, mereka bertanya: "Allah tidak menolong kalian dalam peperangan ini. Kenapa kalian tetap solat?"
Syekh Al Buthi berkata pada tentara itu: "Seharusnya kalian menjawab menyerupai ini: Kami solat sebagai bentuk syukur kami kepada Allah lantaran Dia tidak menyiksa kami dng kehinaan, kebinasaan, dan goncangan gempa. Tidak pula dengan hujan kerikil dari langit. Karena bekerjsama kami pantas mendapat eksekusi yang lebih berat dari kekalahan ini."
Salah seorang wali yang soleh pernah ditanya seseorang: "Ya Syekh, sudilah anda untuk memperlihatkan salah satu karomahmu pada kami. Agar kami bertambah keyakinan kepada Allah." Syekh itu berkata: "Bukankah kau sudah melihat karomahku setiap waktu?" Orang itu berkata: "Kami tidak melihat karomah apapun, ya Syekh."
Syekh itu berkata lagi: "Bukankah kau telah melihat diriku ini bebas berjalan di bumi ini tanpa ditenggelamkan ke dasar bumi oleh Allah? Tanpa dihujani dengan meteor dan api? Bukankah itu merupakan sebuah karomah (kemulyaan) dari Allah? Sebenarnya saya berhak untuk disiksa semacam itu lantaran kelalaianku dan kelancanganku terhadap perintah-perintahNya. Akan tetapi Allah malah melindungiku dengan kasih sayangNya sehingga saya tidak dibinasakan menyerupai umat-umat terdahulu."
Al-Anwar-Hikmah, Kebenaran Janji Allah
Apa yang dikatakan oleh wali ini keluar dari lubuk hatinya, bukan hasil rekayasa atau pura-pura. Perkataan semacam itu keluar dari orang yang hatinya penuh rasa ta'dhim dan takut kepada Allah. Apalagi jikalau orang itu merenungi ayat ini:
أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ (17) [الملك : 17]
Artinya : "Apakah kau merasa kondusif terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang? Atau apakah kau merasa kondusif terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa dia akan mengirimkan angin kencang yang berbatu. Maka kelak kau akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku?"
Sudah merupakan sunnatullah, bahwa Allah akan membiarkan orang-orang yang durhaka, memperlihatkan seluruh kenikmatan dunia kepada mereka, dan menundukkan dunia sesuai dengan keinginan nafsu mereka, supaya mereka tambah terlena dan lalai. Kemudian sesudah mati, mereka akan disiksa dengan sangat pedih dan menyakitkan. Allah akan menyiksa mereka dengan siksaannya dzat yang maha kuasa dan maha perkasa. Renungilah ayat-ayat yang menunjukan sunnatullah ini:
ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ (3) [الحجر : 3]
Artinya : "Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), Maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)."
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ (42) [إبراهيم : 42]
Artinya : "Dan janganlah sekali-kali kau (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka hingga hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak."
وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ (182) وَأُمْلِي لَهُمْ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ (183) [الأعراف : 182 ، 183]
Artinya : "Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami, nanti kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh."
Dan sunnatullah ini, beserta ayat-ayat di atas merupakan jawaban atas kenyataan yang kalian kita, yang menciptakan heran orang-orang bodoh. Kenyataan bahwa umat yang sesat dan berbuat lacut bebas berkeliaran dan mendapat kenikmatan dan kesenangan yang tak terhitung. Kenikmatan itu pada hakikatnya sangat sedikit dan tidak kekal, menyerupai yang dikatakan Allah. Jika waktunya tiba, dan tak ada yang tahu kecuali Allah, kenikmatan itu menjelma kesengsaraan dan kebinasaan.
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ (44) [الأنعام : 44]
Artinya : "Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang Telah diberikan kepada mereka, kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang Telah diberikan kepada mereka, kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka binasa."
Jika kini ada orang yang berkata: Kenapa Allah menghalangi kami, orang Islam, dari janjiNya. Sedangkan mereka, orang zalim dan pembangkang, dimulyakan dengan diberi kenikmatan yang tidak pernah dijanjikan kepada mereka? Maka ketahuilah, ucapannya itu hanya akan menimbulkan terhapusnya bashiroh dan berpaling dari firman Allah, yang jikalau dia merenunginya, dia akan menemukan sunnatullah yang berlaku terhadap makhlukNya.
Sekian dulu teman sedikit menyebarkan perihal Al-Anwar-Hikmah, Kebenaran Janji Allah ini, semoga bermanfaat untuk kita semua.
sumber :
ppalanwar.com
Post a Comment for "Al-Anwar-Hikmah, Kebenaran Akad Allah"