Al Anwar-Hikmah, Ini Ia Kunci Menjaga Hati
Al Anwar-Hikmah, Ini Dia Junci Menjaga Hati, dalam hal melaksanakan sesuatu yang sanggup mendekatkan diri kepada Alloh, serta kunci yang benar menuju kejalan yang menambah kepercayaan kita.
أَرِح نفسك من التدبير فما قام به غيرُك عنك لا تقم به لنفسك
“Janganlah hatimu mengatur alasannya yaitu kau tidak akan sanggup mengurus urusan yang sudah diatur oleh Allah SWT.”
Bila dipandang dari pengertian dan sumbernya, maka antara melaksanakan asbab dan mengatur urusan dengan hati (shadar) terdapat perbedaan yang mencolok. Perbedaan itu adalah:
1) Melakukan asbab yaitu suatu perjuangan yang dilakukan oleh anggota tubuh dengan sungguh-sungguh, menyerupai halnya orang mencari nafkah dengan cara pergi ke pasar untuk berdagang, orang mencari ilmu dengan cara belajar, orang mendatangi dokter atau pergi ke rumah sakit untuk berobat, orang manjauhi hal-hal yang sanggup menjadikan bahaya, dan lain-lain.
Sedangkan tadbir adalah suatu pekerjaan berfikir dan keadaan logika menyerupai seseorang merencanakan keuntungan dari dagangannya, merencanakan kesuksesannya, merencanakan kesembuhannya penyekitnya, merncanakan keselamatannya, dan lain-lain. Di dalam hal ini asbab berada pada pengawasan dan pengaturan, dan akalnya yaitu kunci dari kesuksesan dan sumber pengaturannya.
2) Melakukan asbab sumbernya yaitu anggota tubuh dan hal ini sangat dianjurkan dan disenangi oleh syara'.
Sedangkan tadabbur, sumbernya yaitu hati dan akal. Hal ini sangat dihentikan dan dibenci oleh syara'.
Kedua hal ini bila dikendalikan dengan selaras maka akan mewujudkan metode kehidupan yang Islami pada eksklusif seorang muslim. Dia akan pergi ke pasar untuk melaksanakan asbab dengan sungguh-sungguh dan sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Apabila ada orang mendatanginya dan bertanya; "Apa yang engkau harapkan dari pekerjaan dan kesungguhanmu ini?". Maka dia akan menjawab dengan mantap: "Ini yaitu kewajiban-kewajiban yang dibebankan Allah kepadaku, saya melakukannya sesuai dengan cara yang telah ditentukan syari'at". Dan bila orang tersebut bertanya lagi: "Apa yang akan diberikan oleh Allah atas imbalan dari pekerjaanmu ini?", maka dia akan menjawab dengan hening : "Itu semuanya sudah diatur oleh Allah SWT dan saya pasrah atas qadla'-Nya sera ridla atas semua keputusan-Nya". Ini yaitu metode kehidupan Islam yang diingatkan oleh Ibnu 'Atha'illah di dalam sebuah kalam pesan tersirat lain yang bermakna : "Melakukan asbab-asbab sesuai dengan syari'at dan pasrah terhadap keputusan dan pengaturan Allah SWT."
Metode ini bergotong-royong pernah diamalkan oleh panutan kita Nabi Muhammad SAW. Kita sanggup mempelajarinya dari perjalanan dia ketika hijrah dari Makkah Al-Mukarramah menuju ke Madinah Al-Munawwarah yang ditemani oleh sahabat dia yang sangat setia yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. Pada waktu hijrah, dia melaksanakan asbab-asbab sehingga seakan-akan diyakini bahwa hal ini yaitu sebuah syarat yang harus dilakukan untuk mencapai kesuksesan dan keselamatannya.
Nabi Muhammad SAW di dalam permulaan hijrahnya keluar dari rumah dengan sembunyi-sembunyi. Beliau meninggalkan Ali bin Abi Thalib ra. dalam keadaan tidur di ranjangnya, sampai-sampai orang-orang musyrik menyangka bahwa yang tidur di ranjang yaitu Rasulullah SAW, dan balasannya mereka tidak sanggup mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW, alasannya yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq menyuruh pembantunya yang berjulukan Amir bin Fuhairah untuk membuntuti jejak mereka berdua biar sanggup menghapus bekas-bekas langkah kaki mereka berdua terutama ketika melewati padang pasir.
Kemudian mereka berdua hingga di gua Tsur dan bermukim di sana hingga tiga hari. Pada waktu itu dia mengadakan komitmen ijarah (menyewa) tenaga dengan seorang musyrik yang sanggup dipercaya. Orang tersebut berjulukan Abdullah bin Arkqath. Dia di sana untuk mengatakan jalan yang kondusif biar dia Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar Ash-Shiddiq hingga di kota Madinah Al-Munawwarah dengan selamat. Ini semua yaitu contoh-contoh melaksanakan asbab yang sempurna.
Di tengah-tengah persembunyian dia di gua Tsur, tiba-tiba ada segerombolan orang-orang musyrik yang hingga di depan gua. Lubang gua pun mereka awasi dan perhatikan.
Namun, ketika mereka lihat di lisan gua tersebut terdapat laba-laba dengan jaringnya dan burung yang bersemayam disitu, sehingga seolah- seolah mereka berkeyakinan mustahil ada sesorang yang masuk ke dalam gua.
Pada waktu itu Abu Bakar Ash-Shiddiq sangat khawatir dan dia membisikkan di pendengaran Nabi Muhammad SAW sembari berkata "Seandainya salah satu dari mereka melihat ke bawah telapak kaki Anda maka mereka akan melihat kita", kemudian Rasulullah SAW menjawabnya dengan hening "Yang kau sangka dua orang, maka Allah yaitu yang ketiga". Ini yaitu bentuk tawakkal dan pasrah atas qadla' dan pengaturan Allah SWT. Peristiwa ini telah di nash di dalam Al-Qur'an Surat At-Taubah ayat 40 :
إِلاَّ تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (التوبة : 40)
Artinya : Jikalau kau tidak menolongnya (Muhammad), maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (Musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang keduanya berada dalam gua (Tsur), di waktu dia berkata kepadanya "Janganlah kau berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita". Maka Allah menurunkan ketenangannya kepada Muhammad dan membantunya dengan tentara yang kau tidak melihatnya, dan Allah menjadikan undangan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimah Allah-lah yang tinggi. Dan Allah Maha Perkasa lagi Bijaksana. (QS. At-Taubah ; 40)
Kemudian dia membaca Al-Qur'an dengan hening dan yakin atas pinjaman Allah SWT. Ini yaitu pola meninggalkan sifat mengatur (Tadabbur) dan berpegang pada pengaturan Allah SWT.
Beliau melaksanakan asbab-asbab dengan hening dan sesuai dengan syari'at, alasannya yaitu mematuhi perintah-perintah Allah SWT, kemudian dia melupakannya dan menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT dan juga disertai kepercayaan yang tepat atas kebijaksanaan, rahmat dan taufiq dari-Nya.
Jadi, ini semua sanggup menjadi dalil kenabian (dari Nabi Muhammad SAW) yang menjelaskan makna pesan tersirat yang dikemukakan oleh Ibnu 'Atha'illah yaitu: "Janganlah hatimu mengatur urusan yang sudah diatur oleh Allah SWT". Dan juga menjelaskan keselarasan pesan tersirat ini dengan pesan tersirat lain yang diungkapkan oleh Ibnu 'Atha'illah sebelumnya yang bermakna "Keinginanmu pada makam asbab yaitu merupakan menuruti hawa nafsu yang samar".
Contoh lain yang menjelaskan pesan tersirat ini yaitu sebuah hikayah (cerita) mengenai Ali bin Hasan bin Ali ra. Diceritakan bahwa dia yaitu seorang pedagang di pasar. Beliau mempunyai dagangan yang sangat banyak. Bila waktu shalat tiba maka dia meninggalkan dagangannya dan menuju ke masjid untuk mengerjakan shalat.
Pada suatu hari ketika dia sedang shalat di masjid tiba-tiba tiba seseorang yang mengabarinya bahwa api sedang berkobar di pasar dan mulai memperabukan barang dagangannya, tetapi dia tidak memperdulikan informasi tersebut dan dia terus menjalankan shalatnya dengan menghadap Allah SWT, kemudian dzikir-dzikir seprti hari-hari biasa. Kemudian dia gres menuju ke pasar dengan hati hening dan tentram.
Lihatlah bagaimana Ali bin Hasan bin Ali ra melaksanakan asbab, dia bersungguh-sungguh dalam mencari nafaqah dengan cara berdagang di pasar alasannya yaitu hal ini termasuk salah satu kiprah yang di bebankan Allah kepada hamba-hambanya. Kemudian lihatlah bagaimana dia menghilangkan sifat tadbir dan menyerahkan semua pengeturan kepada Allah SWT.
Tatkala dia selesai melaksanakan kiprah yang dibebankan padanya maka dia menghadap pada kiprah yang lebih mulia yang menjadi tujuan utama Allah membuat insan yaitu beribadah kepada-Nya. Beliau tidak menoleh dan memperdulikan asbab ketika telah berpindah pada ruang lingkup makam tajrid. Bahkan dia bertawakkal dan menyerahkan semua pengaturan dan hasil-hasil asbab (usaha) kepada Allah SWT.
Sekian dulu sobat sedikit mengembangkan Al Anwar-Hikmah, Ini Dia Junci Menjaga Hati ini, semoga bermanfaat dan mendapat ilmu yang semakin menambah kedekatan kita kepada Alloh.
sumber:
ppalanwar.com
أَرِح نفسك من التدبير فما قام به غيرُك عنك لا تقم به لنفسك
“Janganlah hatimu mengatur alasannya yaitu kau tidak akan sanggup mengurus urusan yang sudah diatur oleh Allah SWT.”
Al Anwar-Hikmah, Ini Dia Junci Menjaga Hati
Sebagian pembaca niscaya menyangka bahwa pesan tersirat di atas bertentangan dengan salah satu hikmah yang pernah dikemukakan oleh Ibnu 'Athaillah sebelumnya yaitu "Kamu ingin maqam tajrid padahal Allah menempatkanmu di maqam asbab maka hal itu termasuk syahwat yang samar, sedang yang kau inginkan maqam asbab padahal Allah menempatkanmu di maqam tajrid itu yaitu penurunan dari kemauan yang tinggi". Tetapi pada hakikatnya antara kedua pesan tersirat tersebut tidak ada kontradiksi, bahkan keduanya yaitu dua hal yang selaras dan saling melengkapi.Bila dipandang dari pengertian dan sumbernya, maka antara melaksanakan asbab dan mengatur urusan dengan hati (shadar) terdapat perbedaan yang mencolok. Perbedaan itu adalah:
1) Melakukan asbab yaitu suatu perjuangan yang dilakukan oleh anggota tubuh dengan sungguh-sungguh, menyerupai halnya orang mencari nafkah dengan cara pergi ke pasar untuk berdagang, orang mencari ilmu dengan cara belajar, orang mendatangi dokter atau pergi ke rumah sakit untuk berobat, orang manjauhi hal-hal yang sanggup menjadikan bahaya, dan lain-lain.
Sedangkan tadbir adalah suatu pekerjaan berfikir dan keadaan logika menyerupai seseorang merencanakan keuntungan dari dagangannya, merencanakan kesuksesannya, merencanakan kesembuhannya penyekitnya, merncanakan keselamatannya, dan lain-lain. Di dalam hal ini asbab berada pada pengawasan dan pengaturan, dan akalnya yaitu kunci dari kesuksesan dan sumber pengaturannya.
2) Melakukan asbab sumbernya yaitu anggota tubuh dan hal ini sangat dianjurkan dan disenangi oleh syara'.
Sedangkan tadabbur, sumbernya yaitu hati dan akal. Hal ini sangat dihentikan dan dibenci oleh syara'.
Kedua hal ini bila dikendalikan dengan selaras maka akan mewujudkan metode kehidupan yang Islami pada eksklusif seorang muslim. Dia akan pergi ke pasar untuk melaksanakan asbab dengan sungguh-sungguh dan sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Apabila ada orang mendatanginya dan bertanya; "Apa yang engkau harapkan dari pekerjaan dan kesungguhanmu ini?". Maka dia akan menjawab dengan mantap: "Ini yaitu kewajiban-kewajiban yang dibebankan Allah kepadaku, saya melakukannya sesuai dengan cara yang telah ditentukan syari'at". Dan bila orang tersebut bertanya lagi: "Apa yang akan diberikan oleh Allah atas imbalan dari pekerjaanmu ini?", maka dia akan menjawab dengan hening : "Itu semuanya sudah diatur oleh Allah SWT dan saya pasrah atas qadla'-Nya sera ridla atas semua keputusan-Nya". Ini yaitu metode kehidupan Islam yang diingatkan oleh Ibnu 'Atha'illah di dalam sebuah kalam pesan tersirat lain yang bermakna : "Melakukan asbab-asbab sesuai dengan syari'at dan pasrah terhadap keputusan dan pengaturan Allah SWT."
Metode ini bergotong-royong pernah diamalkan oleh panutan kita Nabi Muhammad SAW. Kita sanggup mempelajarinya dari perjalanan dia ketika hijrah dari Makkah Al-Mukarramah menuju ke Madinah Al-Munawwarah yang ditemani oleh sahabat dia yang sangat setia yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. Pada waktu hijrah, dia melaksanakan asbab-asbab sehingga seakan-akan diyakini bahwa hal ini yaitu sebuah syarat yang harus dilakukan untuk mencapai kesuksesan dan keselamatannya.
Nabi Muhammad SAW di dalam permulaan hijrahnya keluar dari rumah dengan sembunyi-sembunyi. Beliau meninggalkan Ali bin Abi Thalib ra. dalam keadaan tidur di ranjangnya, sampai-sampai orang-orang musyrik menyangka bahwa yang tidur di ranjang yaitu Rasulullah SAW, dan balasannya mereka tidak sanggup mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW, alasannya yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq menyuruh pembantunya yang berjulukan Amir bin Fuhairah untuk membuntuti jejak mereka berdua biar sanggup menghapus bekas-bekas langkah kaki mereka berdua terutama ketika melewati padang pasir.
Kemudian mereka berdua hingga di gua Tsur dan bermukim di sana hingga tiga hari. Pada waktu itu dia mengadakan komitmen ijarah (menyewa) tenaga dengan seorang musyrik yang sanggup dipercaya. Orang tersebut berjulukan Abdullah bin Arkqath. Dia di sana untuk mengatakan jalan yang kondusif biar dia Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar Ash-Shiddiq hingga di kota Madinah Al-Munawwarah dengan selamat. Ini semua yaitu contoh-contoh melaksanakan asbab yang sempurna.
Di tengah-tengah persembunyian dia di gua Tsur, tiba-tiba ada segerombolan orang-orang musyrik yang hingga di depan gua. Lubang gua pun mereka awasi dan perhatikan.
Namun, ketika mereka lihat di lisan gua tersebut terdapat laba-laba dengan jaringnya dan burung yang bersemayam disitu, sehingga seolah- seolah mereka berkeyakinan mustahil ada sesorang yang masuk ke dalam gua.
Pada waktu itu Abu Bakar Ash-Shiddiq sangat khawatir dan dia membisikkan di pendengaran Nabi Muhammad SAW sembari berkata "Seandainya salah satu dari mereka melihat ke bawah telapak kaki Anda maka mereka akan melihat kita", kemudian Rasulullah SAW menjawabnya dengan hening "Yang kau sangka dua orang, maka Allah yaitu yang ketiga". Ini yaitu bentuk tawakkal dan pasrah atas qadla' dan pengaturan Allah SWT. Peristiwa ini telah di nash di dalam Al-Qur'an Surat At-Taubah ayat 40 :
إِلاَّ تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (التوبة : 40)
Artinya : Jikalau kau tidak menolongnya (Muhammad), maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (Musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang keduanya berada dalam gua (Tsur), di waktu dia berkata kepadanya "Janganlah kau berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita". Maka Allah menurunkan ketenangannya kepada Muhammad dan membantunya dengan tentara yang kau tidak melihatnya, dan Allah menjadikan undangan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimah Allah-lah yang tinggi. Dan Allah Maha Perkasa lagi Bijaksana. (QS. At-Taubah ; 40)
Al Anwar-Hikmah, Ini Dia Junci Menjaga Hati
Ketika Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra keluar dari gua Tsur dan meneruskan perjalanannya, ketika itu Abu Bakar ra terus menoleh ke belakang dan mengkhawatirkan keadaan Rasulullah SAW yang terus melanjutkan perjalanan dengan hening tanpa menoleh sedikitpun.Kemudian dia membaca Al-Qur'an dengan hening dan yakin atas pinjaman Allah SWT. Ini yaitu pola meninggalkan sifat mengatur (Tadabbur) dan berpegang pada pengaturan Allah SWT.
Beliau melaksanakan asbab-asbab dengan hening dan sesuai dengan syari'at, alasannya yaitu mematuhi perintah-perintah Allah SWT, kemudian dia melupakannya dan menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT dan juga disertai kepercayaan yang tepat atas kebijaksanaan, rahmat dan taufiq dari-Nya.
Jadi, ini semua sanggup menjadi dalil kenabian (dari Nabi Muhammad SAW) yang menjelaskan makna pesan tersirat yang dikemukakan oleh Ibnu 'Atha'illah yaitu: "Janganlah hatimu mengatur urusan yang sudah diatur oleh Allah SWT". Dan juga menjelaskan keselarasan pesan tersirat ini dengan pesan tersirat lain yang diungkapkan oleh Ibnu 'Atha'illah sebelumnya yang bermakna "Keinginanmu pada makam asbab yaitu merupakan menuruti hawa nafsu yang samar".
Contoh lain yang menjelaskan pesan tersirat ini yaitu sebuah hikayah (cerita) mengenai Ali bin Hasan bin Ali ra. Diceritakan bahwa dia yaitu seorang pedagang di pasar. Beliau mempunyai dagangan yang sangat banyak. Bila waktu shalat tiba maka dia meninggalkan dagangannya dan menuju ke masjid untuk mengerjakan shalat.
Pada suatu hari ketika dia sedang shalat di masjid tiba-tiba tiba seseorang yang mengabarinya bahwa api sedang berkobar di pasar dan mulai memperabukan barang dagangannya, tetapi dia tidak memperdulikan informasi tersebut dan dia terus menjalankan shalatnya dengan menghadap Allah SWT, kemudian dzikir-dzikir seprti hari-hari biasa. Kemudian dia gres menuju ke pasar dengan hati hening dan tentram.
Lihatlah bagaimana Ali bin Hasan bin Ali ra melaksanakan asbab, dia bersungguh-sungguh dalam mencari nafaqah dengan cara berdagang di pasar alasannya yaitu hal ini termasuk salah satu kiprah yang di bebankan Allah kepada hamba-hambanya. Kemudian lihatlah bagaimana dia menghilangkan sifat tadbir dan menyerahkan semua pengeturan kepada Allah SWT.
Tatkala dia selesai melaksanakan kiprah yang dibebankan padanya maka dia menghadap pada kiprah yang lebih mulia yang menjadi tujuan utama Allah membuat insan yaitu beribadah kepada-Nya. Beliau tidak menoleh dan memperdulikan asbab ketika telah berpindah pada ruang lingkup makam tajrid. Bahkan dia bertawakkal dan menyerahkan semua pengaturan dan hasil-hasil asbab (usaha) kepada Allah SWT.
Sekian dulu sobat sedikit mengembangkan Al Anwar-Hikmah, Ini Dia Junci Menjaga Hati ini, semoga bermanfaat dan mendapat ilmu yang semakin menambah kedekatan kita kepada Alloh.
sumber:
ppalanwar.com
Post a Comment for "Al Anwar-Hikmah, Ini Ia Kunci Menjaga Hati"